Logo Network
Network

Redam Konflik HGU Diatas Tanah Ulayat, Masyarakat Adat Buay Mencurung dan PT SIP Gelar Ngejalang

Teguh Handika
.
Sabtu, 09 Juli 2022 | 23:25 WIB
Redam Konflik HGU Diatas Tanah Ulayat, Masyarakat Adat Buay Mencurung dan PT SIP Gelar Ngejalang
Masyarakat Adat Buay Mencurung Mesuji Timur menggelar ziarah kubur bersama PT SIP untuk meredam konflik terkait HGU diatas tanah adat. Foto: istimewa

LAMPUNG SELATAN, iNews.id -- Upaya mencegah konflik antara Masyarakat Adat Marga Buay Mencurung dengan perusahaan perkebunan sawit, mereka bersama-sama melakukan ritual ngejalang atau ziarah kubur sebelum perayaan Idul Adha 1443 H di Desa Talang Batu, Mesuji Timur, Provinsi Lampung, Jum'at (8/7/2022).

Sebagaimana diketahui, lokasi makam nenek moyang masyarakat adat berada di lokasi perkebunan sawit milik PT Sinar Indah Perkasa (SIP) yang belakangan terakhir sedang menghangat karena Hak Guna Usaha (HGU) perusahaan berada diatas tanah ulayat.

Oleh karena itu, dalam prosesi do'a bersama menghadirkan berbagai pihak seperti Sinung Karto selaku Pengurus Nasional Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) juga Basuki dan Abu Hasan dari Aliansi Petani Lampung ditambah Ramadhan sebagai perwakilan PT SIP juga selaku pengawas lapangan perkebunan sawit.

Makam nenek moyang masyarakat adat yang di kunjungi yakni bernama Marmah Binti Sebiru, Usman Binti Abdulan, dan Idris Binti Muhammad Akib. Dengan prosesi do'a bersama dipimpin Ustadz Maulana yang berasal dari Kota Bandar Lampung.

Sebelumnya, Masyarakat Adat Marga Buay Mencurung mengadukan perusahaan sawit PT SIP ke Kantor Staf Presiden dan Kementerian BPN ATR RI. sebab apa, masyarakat adat menuntut pengembalian lahan adat yang dikuasai perusahaan seluas 5.000 hektare sejak tahun 1990 an.

Ketua Koperasi Masyarakat Adat Marga Buay Mencurung, Saidi berharap, dengan hadirnya berbagai pihak dalam ziarah kuburan nenek moyang masyarakat adat maka hal itu bisa menjadi momen untuk meredam konflik antara kedua belah pihak. Yakni, menjadikan nol antara masyarakat dengan perusahaan sawit kedepan.

"Konflik agraria di Mesuji Lampung dikenal sebagai daerah ekstrim ketika terjadi konflik, bahkan melahirkan korban jiwa yang tak terhitung sejak tahun 1990 an sampai sekarang," cetusnya seraya mengingatkan.

Oleh karena itu, Saidi berharap penyelesaian konflik antara Masyarakat Adat Buay Mencurung dengan PT SIP dapat segera terwujud.

"Penyelesaian konflik agraria Adat Buay Mencurung sebagai langkah awal untuk menyelesaikan konflik agraria yang berkepanjangan di Mesuji Lampung," tutup Saidi.

Untuk diketahui bersama ihwal latar belakang ziarah kubur, peneliti asal Prancis Henri Chambert Lois yang banyak melihat budaya Indonesia. Menilai, tradisi ziarah kubur sudah berlangsung secara turun temurun dalam masyarakat, jauh sebelum peradaban Islam masuk ke nusantara.

Jika melihat prosesi ziarah kubur yang sudah berlangsung sejak lama di tanah suci Mekkah. Dimana, setiap warga yang berkunjung biasanya diwajibkan ke Madinah dan berkunjung ke makam Nabi Muhammad SAW serta para sahabatnya sejak dahulu.

Sehingga, prosesi ziarah kubur bisa diklasifikasi menjadi dua jenis. Pertama, ziarah kubur nabi dan sahabat serta para pemimpin yang menebar kebaikan untuk kehidupan umat manusia. Kedua, ziarah kubur kerabat dan nenek moyang masih sedarah seperti yang dilakukan Masyarakat Adat Buay Mencurung.

Selanjutnya, menurut Clifford Geertz, ziarah kubur masyarakat bukan hanya berfungsi mengingatkan kembali akan tuhan, akan tetapi sebagai penghubung atau jembatan individu manusia terhadap sesuatu disana (tuhan, red.).

Terakhir, Antropolog Universitas Atmajaya, Agro Twikromo mengungkapkan, momentum ziarah menjelang lebaran merupakan sebuah media untuk mengelola konflik menjadi nol dan media menuju titik harmonis.

Editor : Heri Fulistiawan

Follow Berita iNews Lamsel di Google News

Bagikan Artikel Ini