LAMPUNG SELATAN, iNews.id - Masih ingat sejarah kelam tentang sniper Kopassus TNI AD mengamuk di Timika, Papua pada 15 April 1996 silam.
Ya, peristiwa berdarah jelang pembebasan 11 sandera dari Organisasi Papua Merdeka (OPM). Saat itu, Letda (Inf) Sanurip salah satu prajurit yang ditugaskan dalam pembebasan tersebut.
Sanurip yang kala itu berstatus pelatih tembak tempur, di Bandara Timika menenteng senapan mesin dan menembakan sekenanya kearah orang-orang di dekat hanggar pesawat yang dioperasikan tentara militer.
Tak ayal, 16 orang tewas sia-sia yaitu 11 prajurit dan lima warga sipil. Ditambah, 11 orang lainnya luka-luka.
Kepala Pusat Penerangan ABRI saat itu, Brigjen TNI Amir Syarifudin mengatakan saat itu Sanurip bangun dari tidurnya dan membuat suara berisik di dalam hanggar pesawat.
Rekan-rekanya yang mencoba menegur malah membuat Sanurip marah dan langsung memberondong mereka dengan senapan mesin.
Tak hanya itu, Sanurip kemudian keluar dan menembak siapa saja yang ditemuinya. Kabarnya, sekitar 52 peluru yang dimuntahkan dari senapan mesin yang dipegang Sanurip.
Dia kemudian mendapat tembakan balasan dari tentara lainnya yang berada di lokasi. Peluru yang mengenai bagian kaki membuat Sanurip bisa dilumpuhkan lalu diterbangkan ke Jakarta untuk diperiksa.
Kasum ABRI yang saat itu dijabat Letjen Soeyono kemudian memerintahkan Kopassus menyerahkan Sanurip ke Puspom TNI.
Pengadilan Militer menjatuhkan hukuman mati terhadap Sanurip dan dieksekusi pada 23 April 1997.
Motif yang melatar belakangi Sanurip melakukan penembakan masih bias hingga sekarang.
Spekulasi yang beredar, Sanurip menderita gangguan jiwa akibat efek Malaria dan merusak sistem syaraf.
Dari sudut pandang lain, Letjen Soenoyo menyingkap bahwa Sunarip bisa melakukan tindakan tak masuk akal itu, sebagai bentuk kekecewaan karena tak kunjung diterjunkan dalam operasi pembebasan sandera OPM.
Editor : Heri Fulistiawan